Jakarta | SNN - Guna memenuhi dan menjaga ketersediaan lahan sawah untuk mendukung kebutuhan pangan nasional, pemerintah telah mengatur Penetapan Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah. Pada pelaksanaannya diperlukan kesepakatan antara pemerintah pusat dan daerah agar dapat mengakomodir setiap kebutuhan di masing-masing daerah.
Untuk menyepakati data lahan sawah di beberapa provinsi, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) bersama pemerintah daerah se-Provinsi Riau melakukan Rapat Penyepakatan Hasil Verifikasi dan Klarifikasi Data Lahan Sawah, pada Selasa (20/09/2022). Kegiatan serupa juga dilaksanakan di Sumatra Utara, pada Kamis (22/09/2022) dan Jumat (23/09/2022). Kedua rapat tersebut dipimpin langsung oleh Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Dirjen PPTR), Budi Situmorang.
Saat membuka kegiatan di Sumatra Utara, Dirjen PPTR mengutarakan bahwa sesuai data dan arahan, kemungkinan Indonesia akan memasuki tiga krisis global tahun 2023. “Kita akan masuk ke krisis global tahun 2023, menghadapi tiga krisis, yaitu krisis ekonomi global, krisis pangan, dan krisis energi. Salah satunya kita sudah masuk kepada krisis pangan,” ujar Budi Situmorang pada Kamis (22/09/2022).
Budi Situmorang selaku Ketua Tim Pelaksana Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah menyampaikan, ia akan memberikan insentif kepada pemerintah daerah untuk menahan alih fungsi lahan sawah. Sumatera Utara itu sendiri merupakan urutan kedua dari 12 provinsi yang sudah selesai diverifikasi dan klarifikasi Peta LSD yang sebelumnya adalah Pekanbaru.
Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sumatra Utara, Askani melaporkan bahwa Sumatra khususnya Sumatra Utara merupakan salah satu dari pulau tersubur dan merupakan kawasan lumbung pangan atau food estate. “Sumatra Utara yang saya tahu adalah lumbung pangan. Jadi lumbung pangan mungkin pasokannya sampai ke luar Sumatra Utara, dan saya berharap supaya lahan sawah ini harus berkelanjutan dan dipertahankan,” sebut Askani.
Sementara itu, Provinsi Riau adalah daerah pertama di 12 Provinsi yang telah menuntaskan pemutakhiran data lahan sawah yang akan ditetapkan, yang berlangsung pada 20 September 2022. Pengurangan lahan sawah dalam kabupaten-kabupaten di Provinsi Riau di antaranya disebabkan alih fungsi menjadi lahan sawit serta abrasi masif akibat gerusan air laut dan sungai.
Sebagai informasi, terdapat 13 lokasi yang penetapannya semula Lahan Baku Sawah (LBS) menjadi Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD). Lokasi tersebut terdiri dari 10 kabupaten, yaitu Kabupaten Toba, Padang Lawas, Padang lawas Utara, Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Sibolga, Labuhanbatu Selatan, Labuhanbatu Utara, Asahan, dan Simalungun, serta tiga kota, yaitu Kota Padang Sidempuan, Tanjungbalai, dan Pematangsiantar.
Pleno diakhiri dengan penandatanganan Berita Acara dan Peta LSD Indikatif dengan luas lahan yang disepakati bersama dipertahankan. Dokumen ditandatangani oleh Dirjen PPTR dan bupati atau paraf apabila bupati terkait tidak hadir.
Turut hadir pada kegiatan tersebut, perwakilan dari pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota di Provinsi Sumatra Utara dan Riau; Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Agus Susanto; serta para Pejabat Administrator di lingkungan Kantor Wilayah BPN Provinsi Sumatra Utara dan Riau. (Kementerian ATRBPN/amir torong/irwan)