Kemendagri: Pentingnya Bangun Komitmen Perkuat Implementasi Regulasi Kawasan Tanpa Rokok -->

Kemendagri: Pentingnya Bangun Komitmen Perkuat Implementasi Regulasi Kawasan Tanpa Rokok

Rabu, 16 Februari 2022

  


Jakarta | SNN -  Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Pemerintahan Desa (Pemdes) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Yusharto Huntoyungo menekankan, pentingnya membangun komitmen perkuat penerapan regulasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Hal itu, kata dia, merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 6 ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Pesan itu disampaikan Yusharto saat memimpin lokakarya yang digelar secara daring dan diikuti oleh peserta dari berbagai unsur, seperti Ketua Umum Asosiasi Dinas Kesehatan (Adinkes) seluruh Indonesia, Kepala Dinas Kesehatan di Wilayah Provinsi Jawa Tengah, Kepala Desa di Provinsi Jawa Tengah, dan lainnya, Rabu (16/02/2022).

Regulasi tersebut, lanjutnya, menyatakan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya bertanggung jawab mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.

Selain itu, Yusharto berharap, kepala desa dan aparatur desa dapat terus menyosialisasikan serta menggerakkan kader-kader di desanya untuk membudayakan hidup sehat. Dirinya menekankan, pentingnya asistensi bersama-sama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemerintah desa, serta Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) untuk menerapkan budaya hidup sehat. 

“Pemerintah desa untuk segera menetapkan Peraturan Desa/Peraturan Kepala Desa mengenai Kawasan Tanpa Rokok  sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tegasnya.

Yusharto menjelaskan, berdasarkan data yang dikantonginya merokok berkontribusi terhadap lebih dari 235.000 kematian setiap tahun. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mencatat, pada 2019 jumlah kasus penyakit akibat konsumsi tembakau seperti jantung, stroke, dan kanker sebanyak 17,5 juta kasus dengan biaya lebih dari Rp 16,3 triliun. 

Menurutnya, secara tidak langsung, tingginya prevalensi perokok akan mengancam berbagai program prioritas pemerintah, seperti upaya penurunan angka stunting, pelaksanaan standar pelayanan minimal (SPM) yang berkualitas, dan berbagai program pembangunan lainnya.

"Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020 menunjukkan keluarga pada rumah tangga berpenghasilan rendah menghabiskan lebih banyak uang untuk rokok dari pada makanan dengan pemenuhan zat gizi. Padahal saat ini kita sedang berupaya bersama mendorong keluarga Indonesia untuk membeli sayur, daging, telur, dan aneka makanan sehat untuk konsumsi sehari-hari," tambahnya.

Dalam kesempatan itu, Yusharto berharap adanya atensi dalam mendukung penguatan regulasi dan implementasi KTR. Dukungan itu dapat dilakukan dengan berbagai hal, misalnya membangun komitmen kepala daerah terhadap kebijakan pemerintah terutama dalam penganggaran dan pemanfaatan data/informasi untuk penerapan kebijakan KTR.

Di lain sisi, Yusharto menuturkan, lokakarya ini merupakan tindak lanjut dari kerja sama meningkatan kualitas sumber daya aparatur desa agar lebih baik. "Harapannya dengan mengikuti kegiatan ini, peserta dapat meningkatkan pengetahuan dan pengamalan kepada masyarakat dalam mendukung kebijakan pemerintah terkait Kawasan Tanpa Rokok," katanya.

Adapun lokakarya daring ini dibuka oleh Ketua Umum Adinkes Krishnajaya, dilanjutkan dengan penyampaian pesan keynote Address Integrasi dan Implementasi Kawasan Tanpa Rokok di Desa oleh Yusharto. (Puspen Kemendagri/amir torong)