Jakarta | SNN-Wakil
Ketua Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo mendesak pemerintah mengkaji
ulang kenaikan tariff Tol Jakarta-Cikampek. Penerapan system pentarif
terbuka dinilai tidak sejalan dengan UU No.38 tahun 2004 tentang Jalan
sehingga membebani pengguna tol.
“Pemberlakuan tariff system terbuka ini menyebabkan pengguna jalan dengan jarak dekat harus membayar tarif merata (jarak jauh dekat sama) yaitu sebesar Rp 12.000. Formulasi pentarifan seperti ini menyebabkan adanya kenaikan tariff tol yang melebihi ketentuan UU.” Kata Sigit Sosiantomo, Waka Komisi V DPR RI asal FPKS.
Dalam pasal 48 dan penjelasan UU Jalan, kata Sigit, sudah ditetapkan formulasi evaluasi tariff tol yaitu Tarif baru adalah tarif lama ditambah inflasi (1+inflasi). Sementara, formulasi pentarifan dengan system terbuka yang diterapkan Jasa Marga selaku operator tol Jakarta-Cikampek melebihi aturan tersebut. Bahkan kenaikannya ada yang mencapai 10 kali lipat.
Selain laju inflasi, kenaikan tariff tol juga harus mempertimbangkan kemampuan bayar pengguna jalan, besar keuntungan biaya operasi kendaraan, dan kelayakan investasi. Disisi lain, SPM jalan Tol Jakarta-Cikampek kerap tidak terpenuhi karena kemacetan parah.
“Atas dasar apa BPJT menyetujui kenaikan toll jarak pendek ini. Padahal justru yang jarak pendek ini SPM nya tidak terpenuhi. Sering macet. Selama kurun waktu sebulan ini (20 april sd 20 mei) tercatat sudah tiga kali kemacetan parah terjadi bahkan hingga 22 km,” kata Sigit, anggota FPKS dari Dapil Jatim I.
Sigit menilai alasan pemerintah mengurangi pengguna tol jarak pendek dengan menaikan tariff merugikan penggunakan tol. Menurutnya, untuk mengurangi volume kendaraan di tol Jakarta-Cikampek sebaiknya diberlakukan system ganjil genap.
Untuk itu, Sigit mendesak pemerintah untuk segera membatalkan kenaikan tariff tol Jakarta-Cikampek yang mulai diberlakukan pada 23 Mei lalu. Selain karena formulasi pentarifan yang melanggar UU Jalan, kata Sigit, masyarakat juga banyak yang mengeluhkan kenaikan tariff tol Jakarta—Cikampek ini.
“Pemerintah harus membatalkan kenaikan tariff Tol ini. Buat kajian komprehensif dulu dan diminta pendapat public. Kenaikan hanya dimungkinan jika sesuai inflasi, bukan kenaikan seperti ini yang membebani masyarakat apalagi menjelang mudik,” kata Sigit.
Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengimbau PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR) untuk tidak mempermainkan tarif ketika Gerbang Tol Cikarang Utama resmi tidak diberlakukan. Dengan penerapan tariff system terbuka di ruas Tol Jakarta—Cikampek ini setidaknya 30% pengguna tol jarak pendek akan terdampak dengan kenaikan tariff.(rel/torong)
“Pemberlakuan tariff system terbuka ini menyebabkan pengguna jalan dengan jarak dekat harus membayar tarif merata (jarak jauh dekat sama) yaitu sebesar Rp 12.000. Formulasi pentarifan seperti ini menyebabkan adanya kenaikan tariff tol yang melebihi ketentuan UU.” Kata Sigit Sosiantomo, Waka Komisi V DPR RI asal FPKS.
Dalam pasal 48 dan penjelasan UU Jalan, kata Sigit, sudah ditetapkan formulasi evaluasi tariff tol yaitu Tarif baru adalah tarif lama ditambah inflasi (1+inflasi). Sementara, formulasi pentarifan dengan system terbuka yang diterapkan Jasa Marga selaku operator tol Jakarta-Cikampek melebihi aturan tersebut. Bahkan kenaikannya ada yang mencapai 10 kali lipat.
Selain laju inflasi, kenaikan tariff tol juga harus mempertimbangkan kemampuan bayar pengguna jalan, besar keuntungan biaya operasi kendaraan, dan kelayakan investasi. Disisi lain, SPM jalan Tol Jakarta-Cikampek kerap tidak terpenuhi karena kemacetan parah.
“Atas dasar apa BPJT menyetujui kenaikan toll jarak pendek ini. Padahal justru yang jarak pendek ini SPM nya tidak terpenuhi. Sering macet. Selama kurun waktu sebulan ini (20 april sd 20 mei) tercatat sudah tiga kali kemacetan parah terjadi bahkan hingga 22 km,” kata Sigit, anggota FPKS dari Dapil Jatim I.
Sigit menilai alasan pemerintah mengurangi pengguna tol jarak pendek dengan menaikan tariff merugikan penggunakan tol. Menurutnya, untuk mengurangi volume kendaraan di tol Jakarta-Cikampek sebaiknya diberlakukan system ganjil genap.
Untuk itu, Sigit mendesak pemerintah untuk segera membatalkan kenaikan tariff tol Jakarta-Cikampek yang mulai diberlakukan pada 23 Mei lalu. Selain karena formulasi pentarifan yang melanggar UU Jalan, kata Sigit, masyarakat juga banyak yang mengeluhkan kenaikan tariff tol Jakarta—Cikampek ini.
“Pemerintah harus membatalkan kenaikan tariff Tol ini. Buat kajian komprehensif dulu dan diminta pendapat public. Kenaikan hanya dimungkinan jika sesuai inflasi, bukan kenaikan seperti ini yang membebani masyarakat apalagi menjelang mudik,” kata Sigit.
Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengimbau PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR) untuk tidak mempermainkan tarif ketika Gerbang Tol Cikarang Utama resmi tidak diberlakukan. Dengan penerapan tariff system terbuka di ruas Tol Jakarta—Cikampek ini setidaknya 30% pengguna tol jarak pendek akan terdampak dengan kenaikan tariff.(rel/torong)